Minggu, 18 Desember 2016

USAHA KREATIV DAN INOVATIF

Perkembangan era globalisasi tidak dapat di pungkiri bahwa kebutuhan konsumen semakin beragam. Hal tersebut membuat para pelaku bisnis memutar otak untuk selalu mencari peluang bisnis yang sangat menguntungkan. Peluang tersebut bisa berupa melihat situasi pasar yang belum ditemukan namun konsumen membutuhkannya. Salah satunya adalah mengenai jasa cuci sepatu yang sekarang ini sangat marak beredar. Bukan haya mencuci sepatu jasa, melainkan mereka melakukan perawatan terhadap sepatu-sepatu tersebut. Hal tersebut dilakukan karena pada sekarang ini sepatu bukan lagi suatu hal yang dianggap tidak penting melainkan sudah menjadi kebutuhan pokok dalam mode fashion, sehingga perawatan akan sepatu yang berharga fantastis perlu dilakukan.
Peluang usaha cuci sepatu memang sedang ngetren. Tapi, tahukah Anda siapa sosok di balik ngetren-nya layanan laundry sepatu di Indonesia? Dialah Tirta Mandira Hudhi. Anak muda kelahiran Karanganyar, 30 Juli 1991 yang juga memiliki “sambilan” sebagai seorang dokter.
Dengan kreativitasnya, Tirta Mandira Hudhi berhasil mendirikan bisnis cuci dan rawat sepatu Shoes and Care (SAC), serta membuka cabang dan kemitraan di berbagai kota besar di Indonesia. Hebatnya lagi, semua itu dilakukan sambil kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ia mengawali bisnisnya secara tak sengaja. Ceritanya, pria yang hobi mengoleksi sepatu itu membeli sebuah cairan pembersih sepatu premium bermerek Jason Mark, langsung dari luar negeri, seharga Rp 400 ribu per botol. Belakangan, dia merasa harga sebesar itu plus ongkos kirimnya terlalu mahal. Tirta pun menawarkan kepada teman-temannya sesama kolektor sepatu untuk menggunakan produk pembersih itu. Syaratnya: mereka bersedia menanggung sebagian harga belinya. Gayung bersambut, teman-temannya bersedia patungan menggunakan produk pembersih itu.
Saat itu, terbersit di pikiran Tirta untuk mengomersialkan jasanya tersebut. Namun, ia tengah disibukkan praktik di berbagai rumah sakit sebagai syarat kelulusannya. Alhasil, dia memendam dulu niat bisnisnya. Beberapa waktu kemudian, ide berbisnis poles sepatu kembali bersinar di benak Tirta, tepatnya saat Gunung Kelud meletus. Ketika itu, seluruh sepatunya di tempat kos dan sepatu mahasiswa penghuni kos lainnya, terbungkus debu vulkanik yang cukup tebal. Nah, saat Tirta mencuci sepatu-sepatunya, teman-teman yang lain justru turut menitip cuci sepatu mereka ke dirinya. “Dari situlah tercetus ide membuka jasa perawatan sepatu tetapi dengan harga terjangkau dan terbuka untuk semua jenis bahan sepatu,” ungkapnya seperti kami kutip dari SWA.
Soal tempat, dia tak ambil pusing. Berhubung masih coba-coba, ia menawarkan jasanya dari emperan kosnya. Sambil jalan, ia membuat akun Instagram dan Twitter Shoes and Care di @shoesandcare. Ternyata netizen merespons antusias unggahan foto-foto SAC. Sejak itu, para pelanggan terutama yang bertempat tinggal di sekitar kosnya, ramai berdatangan.
Melihat animo pelanggan yang meningkat, Tirta memutuskan membuka toko perdananya yang berlokasi di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Modal sebesar Rp 25 juta dia gelontorkan sebagai biaya sewa tempat, desain interior dan operasional toko. Pembukaan tokonya pada September 2014 ternyata bertepatan dengan momen ulang tahun Yogyakarta. Akal kreatif Tirta pun kembali berputar. Ia lantas memanfaatkan momentum istimewa itu untuk mempromosikan jasanya. “Saya buat promo, Jogja Free Wash. Saya sebenarnya gambling saja, kalau laku ya syukur, kalau tidak ya anggap aja pelajaran memulai usaha,” ucapnya enteng.
Ternyata di luar dugaan promonya disambut meriah. Tak kurang dari 1.200 orang mengantre di depan tokonya membentuk barisan sepanjang 200 meter. Sejak itulah SAC menjadi semakin populer. Selain popularitas, hal tersebut juga memberikan pemahaman atas batas kapasitas pelayanannya. Sebab, dengan dibantu tiga orang saat itu, Tirta hanya mampu menangani 600 pasang sepatu dalam tempo tiga jam. Berangkat dari situ, Tirta kemudian membuka toko kedua yang masih berlokasi di Yogyakarta.
Berhubung Tirta turut memasarkan jasanya melalui kanal digital, pelanggannya berdatangan dari luar kota Yogyakarta seperti Jakarta, bahkan dari luar negeri yakni Singapura dan Australia. Antusiasme para pelanggan ternyata tercium oleh rekan-rekannya, sesama wirausaha muda Yogyakarta. Tirta kemudian “dikompori” mereka untuk langsung merambah DKI. Namun, sebagai wirausaha pemula, ia mengaku sangat berhati-hati. “Saya pengusaha daerah, kalau ke Jakarta tidak total maka akan hancur usaha ini. Berbeda dari usaha atau merek yang dari Jakarta masuk ke daerah, sepertinya lebih mudah diterima,” ia menjelaskan.Hanya saja, setelah menemukan tim yang cocok, ia baru berani membuka toko di Jakarta pada Maret lalu, berlokasi di Jl. Mendawai. Belakangan, dia juga kian gencar memasarkan jasanya melalui media sosial dan situs webnya di www.shoesandcare.com. Caranya, dengan mengunggah video proses pencucian dan perawatan sepatu pelanggannya ke berbagai kanal digital. Langkah ini sempat memicu kekhawatiran teman-temannya. Pasalnya, dengan cara itu, otomatis rahasia dapur SAC terbuka lebar. “Tetapi, sebagai pecinta sepatu, saya tentu ingin tahu sepatu kesayangan saya diapain saja selama perawatan? Dikasih chemical apa? Seperti itu,” ungkapnya. Karena itu, imbuhnya, justru pelanggannya akan kian loyal jika ditampilkan videonya.
Malah, kini SAC bertindak lebih jauh lagi untuk merawat kepercayaan pelanggan. Caranya, menggelar sambungan telepon video langsung ke ruang cucinya agar pelanggan yang penasaran bisa melihat langsung proses pengerjaannya. “Mereka juga bisa datang langsung ke toko, terbuka. Nampaknya sihberantakan ya, tetapi justru ini yang memikat trust-nya pelanggan,” ujar Tirta blak-blakan.
Bisnis Tirta kini nampaknya mulai agak merambah ke hulu. Pasalnya, berkat bantuan temannya, dia mampu meracik sendiri separuh dari produk pembersihnya yang kemudian diberi merek Androws. “Khusus Androws, saya sebagai investor, teman saya yang menjalankan. Nah, gara-gara Androws ini juga kami akhirnya diundang ikut event pameran Jasa Cuci se-Asia Tenggara di Singapura. Kalau dievent tersebut kami sukses, kami akan buka di Singapura,” ujar Tirta, sekaligus membocorkan rencana bisnisnya ke depan.
Saat ini SAC dikembangkan dengan cara membuka kemitraan. Tirta belum tertarik dengan konsep franchise. “ Karena dengan kemitraan kami lebih leluasa mengatur dan menyamakan quality control. Waralaba terlalu beresiko untuk jasa perawatan sepatu. Karena membutuhkan skill yang tinggi sehingga harus dkontrol terus,” ujarnya.
Bukan hanya kepercayaan pelanggan yang meningkat, sejumlah orang pun berminat menjadi investor. Kini, toko mitra SAC sudah terdapat di Jl. Panglima Polim (Jakarta), Bintaro (Tangerang), Solo dan Medan. Dengan harga jasa Rp 30-150 ribu, satu gerai SAC bisa meraup omset Rp 30-60 juta per bulan.
Apa kesulitan dalam mengelola SAC? “Kesulitannya dalam soal deadline. Karena proses pengerjaan manual dan mengutamakan kualitas, ketika orderan membludak, membuat estimasi menjadi molor dan customer kecewa. Hal ini problem utama kami, apalagi kami adalah pelopor di bidang ini,” katanya.
Meski kini bermunculan usaha sejenis namun tak membuat Tirta gentar. Ia justru menjadikan pesaing itu sebagai motivasi untuk lebih maju dan innovatif. Baginya sebuah bisnis tanpa kompetisi itu membosankan. Dengan memiliki kompetitor, seorang pebisnis akan melakukan inovasi karena jika sebuah bisnis tanpa inovasi maka di situlah ia akan berakhir.

Sumber : http://shoesandcare.com/