Bercerita
tentang kemisikinan, saya teringat dengan buku saya pernah baca. Buku itu
berjudul Sepatu Dahlan, Kisah Kemiskinan yang Menginspirasi
Bagaimana orang
memaknai kemiskinan yang tengah mereka alami? Tentunya sangat banyak cara. Ada
yang karena miskin, kemudian meminta-minta di jalanan, tidak peduli, tua dan
muda semuanya menengadahkan tangan meminta sedikti receh dari hati orang yang
suka berderma.
Ada juga yang
tidak mau membiarkan kemiskinan memiskinkan hatinya. Orang-orang seperti ini,
miskin bukan karena kemiskinan itu sendiri, lebih kepada kesempatan yang tidak
berpihak. Pada kasus inilah sepertinya Dahlan, tokoh dalam Sepatu Dahlan
menjalani kemiskinannya.
Kita
bisa membayangkan bagaimana seorang anak remaja dengan ibu yang sakit (kemudian
meninggal) dan ayah yang hanya kerja serabutan menjalani hidupnya. Boleh
dikatakan, inilah kemiskinan yang benar-benar miskin. Hampir-hampir tidak
memiliki apa-apa, baju dan celana hanya satu, selain itu sarung, tanpa sandal
dan sepatu. Namun apa yang bisa kita lihat dari tokoh Dahlan ini adalah
semangat bahwa kemiskinan harus dijalani apa adanya, tiada ada waktu untuk mengeluh.
Seluruh kisah
dalam Novel Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Khrisna Pabichara ini merupakan
inspirasi kisah nyata Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan. Membaca novel ini
adalah membaca kisah Dahlan Iskan sewaktu kecil, hidup miskin di kampung yang
jauh dari kota. Hidup bersama dengan banyak orang miskin lainnya sehingga
tekanan kemiskinan tersebut bisa dibagi bersama.
Sosok Dahlan
kecil yang digambarkan oleh penulis dalam novel itu bukanlah orang yang pasrah
terhadap keadaannya. Dahlan kecil dalam novel itu adalah seorang pejuang,
pejuang bagi masa depannya tak peduli jalan berliku.
Dahlan, bocah
miskin asal Kebon Dalem, Jawa Timur, berpeluh untuk mewujudkan
mimpinya, yang semula sangat sederhana untuk ukuran sebagian besar anak
Indonesia saat ini, yaitu sepasang sepatu dan sepeda.
Tapi dia tidak
menyerah. Dari Kebon Dalem, kampung yang dilukiskan sebagai hanya memiliki enam
buah gubuk yang letaknya saling berjauhan, Dahlan tekun menyusun langkah hingga
akhirnya kini tertambat di salah satu kursi Kabinet Indonesia Bersatu II
sebagai Menteri BUMN.
Sebuah lompatan
yang sangat mengagumkan jika merujuk pada novel "Sepatu Dahlan" yang
menyebutkan bahwa nyaris seluruh lelaki dewasa di Kebon Dalem bekerja sebagai
buruh atau kuli.
Walau, Dahlan
kecil karena kondisi keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan juga
terpaksa merasakan kerasnya hidup sebagai buruh. Setiap hari ia harus berjalan
puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki.
Sepulang sekolah
banyak pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul, mulai dari nguli
nyeset, nguli nandur (menjual tenaga di sawah), sampai melatih
tim voli anak-anak pengusaha tebu.
Berkat kerja
kerasnya, Dahlan berhasil mengumpulkan uang untuk membeli sepeda secara
mencicil dan kemudian dia bahkan mampu membeli dua pasang sepatu untuk dirinya
dan adiknya. Sekalipun semua itu baru dapat diwujudkannya ketika ia duduk di
kelas tiga SMA (Aliyah). Suatu jalan yang panjang untuk sepasang sepatu.
Sepasang sepatu yang kemudian lebih banyak ditenteng oleh Dahlan karena ia
merasa sayang menggunakannya. Begitulah kurang lebih cerita singkat dari buku
Sepatu Dahlan yang begitu inspiratif tentang kemiskinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar