Minggu, 04 Januari 2015

Cerita pengalaman kemiskinan



Bercerita tentang kemisikinan, saya teringat dengan buku saya pernah baca. Buku itu berjudul Sepatu Dahlan, Kisah Kemiskinan yang Menginspirasi
Bagaimana orang memaknai kemiskinan yang tengah mereka alami? Tentunya sangat banyak cara. Ada yang karena miskin, kemudian meminta-minta di jalanan, tidak peduli, tua dan muda semuanya menengadahkan tangan meminta sedikti receh dari hati orang yang suka berderma.
Ada juga yang tidak mau membiarkan kemiskinan memiskinkan hatinya. Orang-orang seperti ini, miskin bukan karena kemiskinan itu sendiri, lebih kepada kesempatan yang tidak berpihak. Pada kasus inilah sepertinya Dahlan, tokoh dalam Sepatu Dahlan menjalani kemiskinannya.
Kita bisa membayangkan bagaimana seorang anak remaja dengan ibu yang sakit (kemudian meninggal) dan ayah yang hanya kerja serabutan menjalani hidupnya. Boleh dikatakan, inilah kemiskinan yang benar-benar miskin. Hampir-hampir tidak memiliki apa-apa, baju dan celana hanya satu, selain itu sarung, tanpa sandal dan sepatu. Namun apa yang bisa kita lihat dari tokoh Dahlan ini adalah semangat bahwa kemiskinan harus dijalani apa adanya, tiada ada waktu untuk mengeluh.
Seluruh kisah dalam Novel Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Khrisna Pabichara ini merupakan inspirasi kisah nyata Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan. Membaca novel ini adalah membaca kisah Dahlan Iskan sewaktu kecil, hidup miskin di kampung yang jauh dari kota. Hidup bersama dengan banyak orang miskin lainnya sehingga tekanan kemiskinan tersebut bisa dibagi bersama.
Sosok Dahlan kecil yang digambarkan oleh penulis dalam novel itu bukanlah orang yang pasrah terhadap keadaannya. Dahlan kecil dalam novel itu adalah seorang pejuang, pejuang bagi masa depannya tak peduli jalan berliku.

Dahlan, bocah miskin asal Kebon Dalem, Jawa Timur, berpeluh untuk mewujudkan mimpinya, yang semula sangat sederhana untuk ukuran sebagian besar anak Indonesia saat ini, yaitu sepasang sepatu dan sepeda.

Tapi dia tidak menyerah. Dari Kebon Dalem, kampung yang dilukiskan sebagai hanya memiliki enam buah gubuk yang letaknya saling berjauhan, Dahlan tekun menyusun langkah hingga akhirnya kini tertambat di salah satu kursi Kabinet Indonesia Bersatu II sebagai Menteri BUMN.

Sebuah lompatan yang sangat mengagumkan jika merujuk pada novel "Sepatu Dahlan" yang menyebutkan bahwa nyaris seluruh lelaki dewasa di Kebon Dalem bekerja sebagai buruh atau kuli.

Walau, Dahlan kecil karena kondisi keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan juga terpaksa merasakan kerasnya hidup sebagai buruh. Setiap hari ia harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki.

Sepulang sekolah banyak pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul, mulai dari nguli nyeset, nguli nandur (menjual tenaga di sawah), sampai melatih tim voli anak-anak pengusaha tebu.

Berkat kerja kerasnya, Dahlan berhasil mengumpulkan uang untuk membeli sepeda secara mencicil dan kemudian dia bahkan mampu membeli dua pasang sepatu untuk dirinya dan adiknya. Sekalipun semua itu baru dapat diwujudkannya ketika ia duduk di kelas tiga SMA (Aliyah). Suatu jalan yang panjang untuk sepasang sepatu. Sepasang sepatu yang kemudian lebih banyak ditenteng oleh Dahlan karena ia merasa sayang menggunakannya. Begitulah kurang lebih cerita singkat dari buku Sepatu Dahlan yang begitu inspiratif tentang kemiskinan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar